Kamis, 01 Maret 2012

opini publik Oleh Lukas Teguh Jatmiko

MENTRANSFORMASI ANAK-ANAK CERDAS & BERKARAKTER
Keluarga, sekolah dan masyarkat adalah tempat pendidikan bagi anak-anak kita.Mendidik anak-anak bangsa untuk menjadi orang-orang muda yang cerdas dan berkarakter membutuhkan lingkungan pendidikan yang baik, guru-guru yang berdedikasi pada pertumbuhan dan penyebaran ilmu pengetahuan, serta orang tua yang peduli akan kebutuhan itubagi anaknya. Mendidik sebagai sebuah seni, bagi orang tua dan guru, bisa terus dikembangkan dengan berbasis pengetahuan dalam tradisi ilmiah dan landasan pengabdian terhadap transformasi anak didik.
Anak didik, sama seperti orang tua dan gurunya, adalah pembelajar dan peneliti dengan pengetahuan sebagai kekuatan revolutif bagi kecerdasan dan karakter masyarakat. David Berliner (1987) dalam Knowledge Is Power: A Talk to Teachers about a Revolution in the Teaching Profession mengemukakan lima karakteristik sebagai indicator masyarakat cerdas (ilmiah) yang produktif. Pertama, masyarakat ilmiah yang produktif melakukan verifikasi ide dan praktik yang dipercayai efektif oleh banyak orang. Ide danp raktik yang telah diverifikasi dan diyakini benar akan menguatkan justifikasi atau pembenaran yang dibutuhkan dari waktu kewaktu. Misal, suatu projek atau pekerjaan rumah akan bermanfaat bagi pencapaian belajar siswa jika guru menyiapkan PRnya, menjelaskannya, memberikan masukan perbaikan kepada siswa setelah PR diperiksa. Temuan penelitian tentang pekerjaan rumah ini akan menguatkan dan mendukung keputusan guru di kelas untuk memberikan PR dengan pendekatan yang benar. Demikian halnya dengan pekerjaan atau tanggung-jawab yang diberikan orang tua kepada anak di rumah.
Kedua, masyarakat ilmiah yang produktif seharusnya menemukan ide-ide dan praktik-praktik baru.Penemuan ide-ide dan praktik-praktik baru ini bukan hanya akan meningkatkan mutu profesi atau layanan guru atau orang tua terhadap anak didik, tetapi juga akan memperkaya nuansa dan wacana pendidikan sembari memperbaiki berbagai kesalahan dalam tindakan kelas (sekolah terhadap anak) dan tindakan keluarga (orang tua terhadap anak). Ini adalah bentuk kebutuhan pembaharuan dalam proses pendidikan.
Ketiga, masyarakat ilmiah yang produktif tidak boleh menghindari ide-ide yang menggoncangkan zona nyaman. Pemikiran yang kreatif dan produktif tidak jarang menimbulkan komplikasi dalam kehidupan karena temuan-temuan baru biasanya sulit diterima dan sulit dijadikan papan loncatan untuk meningkatkan mutu pendidikan, meskipun kita sadar bahwa komplikasi tersebut seharusnya memicu pemikiran-pemikiran yang lebihsegar dan mendorong praktik-praktik terbaik di sekolah, keluarga maupun di sekolah. Lihat saja aneka reaksi masyarakat kita ketika mobil esemka berhasil dibuat oleh anak-anak SMK.Temuan lain, keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan anak akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan pencapaian belajar, namun banyak guru yang enggan dan putus asa untuk mencoba mendekati dan melibatkan orang tua dalam pendidikan anak; atautemuan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan dwi-bahasa cenderung memiliki kelebihan kognitif dibandingkan anak-anak yang mono-bahasa, namun belum ada kebijakan ataupun desain praktek pengajaran yang mendukung anak-anak berdwi-bahasa untuk memanfaatkan kelebihan kognitif mereka untuk pencapaian belajar yang lebih baik.
Keempat, Ide-ide yang muncul menimbulkan kemudahan dalam kehidupan karena ilmu itu bersifat amaliah; artinya ilmu, ide-ide itu dapat diterapkan dan member manfaat positif bagi kehidupan. Ada banyak temuan penelitian yang sebenarnya memudahkan praktik-praktik pendidikan di sekolah, keluarga ataupun masyarakat. Powell dan Farrar dalamThe Shopping Mall High School sebagaimana dikutip Berliner, mengemukakan bahwa mata pelajaran pilihan yang terlalu banyak bukan hanya memboroskan sumber daya melainkan juga bisa menjadi konter produktif  bagi siswa.Di sinilah peluang bagi pengembangan keunggulan sekolah dan para siswanya.Tetapi keanehan praktek pendidikan, kita tidak memperhatikan itu.Sebaliknya, jika mata pelajaran banyak malah akan membuat seorang siswa lebih produktif, dan celakanya lagi sampai di rumah orang tua masih mengagendakan kursus-kursus untuk anaknya hingga malam hari.
Kelima, penemuan ide-ide dan praktik-praktik baru bersifat konter intuitif, artinya temuan penelitian akan menimbulkan kontroversi di kalangan praktisi (pendidikan). Kontroversi bukan untuk dihindari melainkan disikapi dengan terbuka agar memancing peningkatan wacana dan praktis pendidikan.Sebagai contoh, kenaikan kelas bagi siswa yang tidak mencapai standar masih lebih baik dibandingkan keputusan menahan anak untuk tinggal kelas, atau ungkapan tidak ada anak yang bodoh dalam belajar.Temuan ini tentu harus terus diuji, dibandingkan, dipertimbangkan faktor-faktor terkaitnya, dan sebagainya.
Tantangan peran guru dan orang tua untuk melakukan transformasi karakter cerda stersebut, selain kompetensi, juga kepedulian dan panggilan untuk mengantar anak didiknya pada perjalanan keberhasilan.Ini artinya guru dan orang tua harus menjalankan delapan peran dalam konteks beserta tuntutannya, yaitu: pengajar, fasilitator, manajer, pemimpin, pembimbing/pelatih, yang menuntut pertumbuhan pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi aspirasi dan dedikasi, motivator dan inspirator yang menuntut keterlibatan emosional dalam proses pertumbuhan anak didik, serta peran sebagai murid yang senantiasa menuntut kerendahan hati untuk terus belajar. Semoga.
Penulis adalah praktisi aktif dunia pendidikan: Kepala SMP Presiden, Trainer Pendidikan Integratif Excellency Educator dan anggota Komunitas Anak Kreatif dan Inovatif (KAKI)

0 komentar:

Posting Komentar