Minggu, 01 Januari 2012

PENDIDIKAN KREATIF Mendobrak Kurikulum Kaku

Oleh Lukas Teguh Jatmiko

Pembelajaran pendidikan formal di banyak sekolah kita saat ini terasa menjemukan, kering dan kaku, bukan hanya bagi para murid tetapi juga bagi banyak guru. Proses pembelajaran yang seharusnya menggembirakan dan kreatif bagi para pembelajar (murid dan guru) sering dilakukan secara monoton oleh tuntutan kurikulum yang “kejar tayang administratif” dan tidak kreatif. Nilai yang seharusnya merupakan suatu bentuk apresiasi kreativitas proses pembelajaran kini telah menjadi tujuan akhir dari pembelajaran yang tidak bernilai.
Kreativitas guru ataupun murid dalam proses pembelajaran seringkali tidak menjadi bagian integral yang diperhitungkan dalam sebuah proses pembelajaran. Tidak jarang terjadi, nilai rapor di banyak sekolah merupakan hasil rekayasa nilai yang tidak berdasarkan pada nilai proses pembelajaran para siswa demi “prestise” tertentu sekolah tersebut; atau malah sebaliknya, nilai-nilai itu sangatlah ekstrim karena tidak mempedulikan kreativitas proses pembelajaran para murid. Secara nasional kita telah sering dihebohkan dengan aktualitas pendidikan kita, demi nilai rapor atau ijazah, banyak sekolah merekayasa nilai dengan menistakan proses pembelajaran dan hakikat pendidikan itu sendiri. Nilai-nilai itu selain sangat kering akan nilai (values) dan kreativitas, juga merupakan bentuk ketidakberadaban kreativitas dalam dunia pendidikan kita.
Kalaupun ada murid ataupun guru yang kreatif, seringkali ketika ditelisik, kreativitasnya itu tidak dilahirkan di proses pembelajaran formal sekolah mereka. Kreativitas tersebut lebih merupakan keberminatan bakat dan kemampuan di luar sekolah, contohnya saja Rendy Rega Alfian. Ia mewakili Indonesia dalam lomba disain grafis Internasional di London baru-baru ini dan mendapat penghargaan di urutan 9 dari 28 perwakilan negara. Ia mengembangkan keberminatan dan kemampuannya di rumah orang tuanya yang sederhana, dan di sela-sela kesibukannya membantu ayahnya mencari rumput untuk ternaknya. Dari aktualitas ini, kita juga sadar bahwa banyak sekolah belum mampu memfasilitasi keberagaman kreativitas para pembelajarnya dalam disain kurikulum pendidikan kreatif sekolah mereka. Hal ini tentu menjadi peluang dan tantangan bagi sekolah-sekolah futuristik. Mengapa?
Saat ini kreativitas menjadi tuntutan yang mendorong terjadinya suatu kemajuan dan perubahan, inovasi dan penemuan-penemuan ataupun pengembangan. Dengan kreativitas segala sesuatu dapat dikreasikan dan dapat diproduksi sehingga karya-karya estetik inovatif mewarnai kebudayaan kita. Karena pengaruhnya yang begitu besar, kreativitas kini menjadi industri kreatif.  Bahkan kini segala sesuatu yang bersifat produktif sering dikaitkan dengan kreativitas seperti ekonomi kreatif, pendidikan dan pembelajaran kreatif, belajar kreatif, kurikulum kreatif, budaya kreatif, komunitas anak kreatif dan sebagainya. Kreatifitas nampaknya kini akan menjadi pilar kebangkitan generasi zaman ini dan kebangkitan bangsa ini untuk berprestasi dan berapresiasi secara global.
Sekolah-sekolah kita saat ini perlu mendisain dan mengaktualkan kurikulum pendidikan integratif-kreatif dalam implementasinya untuk meretas kekakuan kurikulum yang diterapkan saat ini. Kurikulum yang kreatif bukan hanya mewadahi dan mengarahkan kreatifitas dalam proses pembelajaran, tetapi juga menyiapkan dan menjembatani para pembelajar untuk menjadi generasi kreatif sesuai tuntutan zamannya. Dalam kurikulum pendidikan kreatif ini para pembelajar dilatih sedini mungkin untuk mengembangkan daya cipta (kreatif), daya rasa (apresiatif) dan daya karsa (aktif). Dalam ketiga daya inilah kreativitas dan karakter pembelajaran dan pendidikan di sekolah akan syarat dengan nilai (values) bukan syarat manipulasi dan rekayasa nilai (angka) raport.
Sekolah sebagai komunitas cerdas merupakan partner stategis bagi keluarga dan masyarakat dalam menyiapkan generasi yang siap berkotribusi bagi kemajuan keluarga dan masyarakat. Maka dalam konteks ini integrasi kurikulum sekolah, keluarga dan masyarakat hendaknya menjadi dasar bagi pemerintah dalam mendisain kurikulum nasional yang kreatif. Tentu saja sebagaimana dituntut dalam implementasinya, kurikulum pendidikan kreatif hendaknya mencerminkan aspek, yaitu: connecione atau kesadaran yang muncul ketika mengamati, mempelajari atau memahami segala sesuatu, orisinalitas atau keaslian dalam pengembangan suatu kreativitas, dan perspektif majemuk atau melihat segala sesuatu dari berbagai sudut sehingga terbentuk kreativitas yang komperehensif untuk meng-combine, reverse, eliminate, alternate, twist dan elaborate.
Maka demi terekspresinya pendidikan kreatif, baik keluarga, sekolah ataupun komunitas-komunitas masyarakat hendaknya siap menjadi setia mitra pendidikan bagi anak-anak mereka, dan menjadi tempat aktualisasi produktif bagi mereka untuk belajar, bermain dan berlatih dalam aneka kreativitas mereka, betapapun hal itu nampaknya sederhana. Jika tidak demikian, anak-anak kita akan menjadi generasi konsumtif, pasif dan imitatif. Mari kita ciptakan ruang kreatifitas bagi anak-anak kita dalam keluarga, sekolah dan masyarakat dengan berbasis pada kebijaksanaan kurikulum kehidupan.
Penulis adalah seorang praktisi aktif dunia pendidikan, trainer Pendidikan Integratif Excellency Educator dan anggota Komunitas Anak Kreatif dan Inovatif (KAKI).

0 komentar:

Posting Komentar