Sabtu, 01 Oktober 2011

Harmonisasi Karyawan Melalui Gending Karawitan Jawa

Harmonisasi Karyawan Melalui Gending Karawitan Jawa
Membangun sebuah harmoni atau keselarasan dalam sebuah kerjasama dapat dilakukan dengan berbagai cara maupun alat. Salah satunya dapat melalui musik yang mengandung unsur suara dan gerak yang dibungkus dengan irama agar enak didengar dan dilihat. Jababeka Multi Cultural Center (JMCC) mewadahi para karyawan Jababeka untuk mengembangkan hobi dan bakat berkesenian  melalui  seni  karawitan.
Setiap hari Jumat malam berlokasi di gedung JMCC akan terdengar gending Jawa yang mengalun merdu. Para karyawan dari lintas departemen berlantih gamelan Jawa dibawah bimbingan Suparno, seorang seniman Jawa yang peduli akan kelestarian budaya tradisional. Suparno mengungkapkan, seni karawitan merupakan budaya adi luhung atau punya filosofi yang sangat tinggi, yang diakui punya efek positif terhadap pribadi-pribadi bangsa. Terbukti dalam tata krama budaya Jawa itu saling menghargai, menghormati bahkan sampai memperlakukan gamelan itu tidak boleh sembrono, beda sekali dengan budaya Barat.
Seni karawitan juga perwujudan dari nilai spiritual dalam bentuk rasa syukur. Tidak ada orang memainkan gamelan Jawa sesuai pakemnya akan (pencalitan=gerak tidak sesuai aturan), pasti akan memperhatikan unggah-ungguh atau perilakunya, cara berpakaian, berbicara dan cara bekerja. Menurut Suparno, dalam cara pandang modern, berkesenian itu untuk keseimbangan hidup. Akan kelihatan dari aktifitas seseorang, apakah orang tersebut mengenal seni atau tidak.
Seni karawitan dilihat dari umur sudah cukup tua, bahkan syiar agama Islam melalui gamelan seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga. Jika mendengar puji-pujian di masjid ada yang berlaras selendro, pelok dan solmisasi (nada/irama). Kalau bawaan dari pesantren Jawa pasti menggunakan laras selendro dan pelok. Saat ini juga ada yang dikemas secara modern menggunakan alat musik modern maka larasnya solmisasi.
“Saya prihatin jika seni karawitan ini tidak ada yang melestarikan dari generasi-generasi muda. Sementara seni gamelan ini sudah dipelajari oleh orang dari manca negara. Jangan sampai anak cucu kita belajar seni tradisional harus sekolah di luar negeri,” tutur Suparno yang ingin melatih anak-anak belajar seni karawitan dalam wadah Komunitas Anak Kreatif & Inovatif, yang sedang dirintis bersama Cikarang Pos dan beberapa pihak lainnya.
Seni karawitan sebenarnya sangat penting bagi karyawan, bahkan bisa menjadi kebutuhan. Namun persoalannya seringkali ditawarin belum tentu bersedia, tetapi setelah merasakan betapa nikmatnya berkesenian karawitan maka bisa lupa waktu. “Pada awalnya melatih mereka cukup menguras waktu dan tenaga. Saya harus mencari cara bagaimana melatih, meski saya ada background guru namun mendidik orang dewasa dengan anak-anak itu beda,” tutur Suparno yang tidak menargetkan bahwa para karyawan nanti menjadi seniman atau nayogo, ia hanya mengharapkan ada keseimbangan dalam pola pikir dan perilaku karyawan agar tidak kolot atau saklek.
Harmonisasi melalui seni karawitan memang membutuhkan proses pembelajaran, apalagi setiap pemain memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda. Ada yang berperilaku lemah lembut dan sebaliknya ada yang serba tidak sabaran. Ini nantinya akan kelihatan alat musik mana yang cocok buat masing-masing orang, bahkan juga disesuaikan antara besar kecil orang tersebut dengan alat musiknya.
Perubahan setelah mengikuti seni karawitan Jawa dirasakan oleh beberapa karyawan, seperti yang diungkapkan Aris Dwi Cahyanto, karyawan PT. Jababeka Infrastruktur. “Ada hal yang membuat saya tertarik ikut karawitan Jawa adalah keseimbangan "rasa" dan "karsa". Maksudnya dengan karawitan mempertajam rasa, kesenangan akan seni, melatih pendengaran, agar seimbang dengan "karsa" yang memforsir dengan bekerja, berfikir logik. Kalau otak ini dibagi antara otak kiri dan otak kanan, maka akan terjadi keseimbangan pemakaian otak kiri yang sering digunakan untuk berfikir logis, sistematis, matematis dengan pemakaian otak kanan yang digunakan untuk hal seni, estetika dan psikis. Karena terjadi keseimbangan maka mengurangi rasa jenuh atau bete. Selesai latihan karawitan, suasana hati menjadi fresh…,” ujar Aris.
Sementara itu, Chandra, seorang sekretaris direksi Jababeka, motivasinya bergabung dengan karawitan adalah untuk membangun persaudaraan, guyub bersama teman Jababeka dari berbagai divisi, bukan sekedar kerjasama dalam hal pekerjaan saja . (kr/adv)

1 komentar:

  1. Pak kalau mau ikut bisa nda pak?
    dan bisa menghubungi siapa ya pak?
    terima kasih

    BalasHapus