Selasa, 01 November 2011

Komunikasi & Koordinasi Solusi Atasi Permasalahan Kabupaten Bekasi

Komunikasi & Koordinasi Solusi Atasi Permasalahan Kabupaten Bekasi
Kabupaten Bekasi yang didominasi kawasan industri tentunya menghadapi berbagai persoalan seperti infrastruktur, kemacetan dan gangguan keamanan. Berbagai persoalan tersebut secara tidak langsung akan mengganggu laju perekonomian daerah maupun nasional. Untuk itu Bupati Bekasi Dr. Sa’duddin MM menggelar pertemuan dengan pengelola kawasan industri seperti Jababeka, Lippo Cikarang, Deltamas, EJIP, Hyundai, MM2100 dan Bekasi Fajar untuk mencari solusinya.
Pertemuan yang difasilitasi oleh Jababeka ini juga dihadiri Ketua DPRD, Kajari, Kepala Pengadilan, Kapolres, Dandim, Kadisnaker dan dari kalangan muspida lainnya. Dalam kesempatan pertama sebagai tuan rumah, S.D. Darmono menyampaikan, berbagai persoalan yang ada di Bekasi ini akan mudah diatasi jika selalu ada komunikasi dan koordinasi antar stake holder. Jababeka menyediakan President Executive Club sebagai wadah berkumpulnya public relationship yaitu Akademisi, Bisnisman dan Government (ABG) untuk membicarakan berbagai kepentingan. “Tiga ribu perusahaan di kawasan industri jika menjadi member PEC, 1 membership senilai Rp. 100 juta maka akan terkumpul Rp. 300 milyar, dimana bunganya akan sangat besar yang dapat digunakan untuk kepentingan rakyat Bekasi,” ungkap S.D. Darmono.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Bekasi mengungkapkan, banyak sekali investor yang akan menanamkan modalnya di Kabupaten Bekasi, sehingga menjadi tugas bersama dalam menjaga iklim investasi tetap kondusif. “Dalam pertemuan ini kalangan muspida kompak hadir sebagai wujud dari komitmen Pemda dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi kalangan industri. Persoalan yang sedang menghangat adalah persoalan perebutan limbah, demo buruh dan kemacetan. Pengelolaan limbah ekonomis apakah diperlukan Perda untuk mengaturnya, maka Pemda perlu masukan dari semua pihak,” ujar Bupati yang juga meminta kepada kalangan industri menjalankan kesepakatan yang telah ditandatangani bersama dalam pembangunan infrastruktur jalan.
Mewakili rakyat, H. Mustakim selaku Ketua DPRD menyampaikan, persoalan Kabupaten Bekasi akan semakin besar seiring dengan laju urbanisasi yang semakin tinggi, kini jumlah penduduk telah mencapai 2,7 juta jiwa. Peningkatan APBD belumlah cukup untuk membiayai pembangunan, maka peran para pengusaha sangat diperlukan terutama dalam pembangunan sekolah-sekolah dan jalan tembus antar kawasan seperti ring road.
Menanggapi persoalan limbah, Kapolres Bekasi, Komisaris Besar Polisi Wahyu Hadiningrat mengungkapkan, inti persoalannya adalah adanya klausul dalam perjanjian pengelolaan limbah yang menyebutkan bahwa pemenang kontrak pengelolaan limbahlah yang bertanggung jawab terkait keamanannya. Hal ini harus dikaji ulang, karena kalau ada pihak lain yang ingin mengambil alih, maka pihak tersebut dapat melakukan gangguan sehingga bisa saja perusahaan mengalihkan pengelolaan limbah karena tidak terjaminnya keamanan. “Jika hal ini berhasil dan menjadi budaya maka gangguan keamanan akan terjadi terus menerus. Kalau seperti ini pihak kepolisian yang akan selalu disalahkan. Jika ada persoalan, kami siap menjadi mediasi, asalkan pihak perusahaan juga mau berdialog jika kami undang,” ujar Kapolres yang menyebut masalah keamanan yang menonjol adalah unjuk rasa, limbah, kemacetan dan laka lantas.
Sebagai upaya mem-back up kepolisian dalam keamanan, Dandim 0507 Bekasi Letkol Art Dedi Nurhadiman mengatakan, persoalan mengenai perebutan limbah ini harus dicari akar masalahnya, yang berkembang saat ini seperti hukum rimba, maka dibutuhkan Perda dalam mengaturnya. Jangan sampai dimanfaat pihak dari luar daerah untuk mengacaukan wilayah Bekasi.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Cikarang, Hermanto SH menyampaikan, di Bekasi ini ada 3000 perusahaan dari 30 negara, akan timbul berbagai persoalan seperti demo buruh dan kecemburuan sosial. Kata kunci untuk mengatasinya adalah adanya koordinasi antar stake holder dalam menjaga iklim tetap kondusif dan juga dibutuhkan peran serta perusahaan dalam pembangunan. Kejaksaan fungsinya hanya mengamankan kebijakan pemerintah pusat dan daerah.
Kepala Pengadilan Negeri Bekasi, Moch. Eka Kartika, SH.,M.Hum. yang masih baru menjabat mengatakan, pengadilan dapat membantu sebagai mediasi konflik antara buruh dan perusahaan. Di Jepang kalau ada perusahaan yang berpekara di pengadilan, maka perusahaan tersebut tidak lagi dipercaya perusahaan lain. Untuk itu proses mediasi harus dilakukan untuk menjaga kredibilitas perusahaan. Peran dari pengadilan adalah pasif, sedangkan peran yang lain adalah sebagai penasehat dari pemerintah daerah dan jajarannya.
Mewakili kalangan pengusaha, Darwoto dari MM2100 mengatakan, hubungan industrial di Bekasi ini sangat unik sehingga jadi barometer nasional. Di sini peran Disnaker harus diperkuat dalam hubungan industrial, persoalan yang tidak selesai menyebabkan buruh bisa turun ke jalan. Terkait dukungan perusahaan dalam pembangunan memang dapat dilakukan melalui CSR. Namun masih sedikit perusahaan yang menjalankannya karena belum merasa butuh, untuk itu perlu dikampanyekan CSR ini.
Kamamura mewakili kawasan EJIP menyampaikan, bahwa Indonesia memiliki market yang sangat besar sehingga menjadi tujuan bagi investor Jepang. “Kami selalu siap untuk sharing dengan Pemda dalam upaya menjaga iklim investasi di Bekasi tetap kondusif,” ungkap Kamamura.

0 komentar:

Posting Komentar