Selasa, 01 November 2011

MENGINGAT LATIHAN CINTA KASIH

MENGINGAT LATIHAN CINTA KASIH
Sejak kecil mestinya kita sudah belajar bercinta-kasih.  Pertama, mengerti ada banyak macam cinta. Kedua, berlatih bagaimana mencintai dan mengasihi dengan sebaik-baiknya. Ketiga tahu bagaimana menilai, mengapresiasi dan kalau perlu memutuskan cinta.
Pelajaran pertama tentang adanya bermacam-macam cinta harus selalu disegarkan.  Pada waktu masih di Sekolah Dasar (SD) kita dilatih cinta pada kebenaran dan pengetahuan.  Itu adalah cinta yang paling penting dan harus menjadi bekal dalam hidup kita. 
Cinta pada kebenaran membuat kita menghormati hukum dan peraturan.  Tidak boleh makan di tempat tidur, buang air pada tempatnya, tidak mencuri mainan teman, dan seterusnya.  Lalu cinta pada informasi, selalu ingin tahu, mencari kebenaran dengan semangat setinggi-tingginya. Ujung-ujungnya, kita diajar, dilatih mencintai Tuhan.  Bagaimana caranya? Menghormati orangtua dan guru, menjaga kebersihan, dan melindungi semua ciptaan.
Setelah beranjak masuk SMP - Sekolah Menengah Pertama, kita dikenalkan pada cinta yang lebih kongkrit.  Ada pelajaran cinta olahraga, cinta tanah air, dan cinta pada masyarakat. Saya ingat, pada umur 14 tahun diberitahu kepala sekolah, minimal ada 4 macam cinta: eros, amor, filos dan agape. Nah, jadi pada masa SMP itulah kita mulai mengembangkan bakat mencintai.
Yang paling mendasar, kata guru saya, adalah cinta pada diri sendiri. Apakah itu eros?  Betul, cinta birahi, yang muncul pada saat melihat kecantikan, tampan, gagah.  Dalam mitologi Yunani, Eros selalu dilukiskan sebagai anak kecil. Betul, cinta pada diri sendiri merupakan hal penting untuk selalu memperbaiki kinerja, menjaga kesehatan, merawat penampilan, dan meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan. 
Selanjutnya amor – cinta kasih sepasang manusia.  Amor merangsang manusia untuk berkembang, bergaul, mempunyai pasangan, membangun keluarga. Kalau Eros berasal dari mitologi Yunani, amor berasal dari Romawi.  Prinsipnya, amor ini digerakkan oleh nafsu yang disebut cupid. Ada dewa cinta bernama Cupid yang kerjanya membawa panah (asmara) ke mana-mana.  Barang siapa kena panah Cupid, ia  akan jatuh cinta.  Mabuk kepayang, tergila-gila, bahkan melakukan tindak  amoral.
Jadi amor harus dikendalikan karena bisa mendorong tindak amoral. Untuk kalangan remaja, cinta pria dan perempuan inilah yang sangat menarik.  Seolah-olah tidak ada lagi jenis cinta lainnya.  Biasanya bahkan dibumbui dengan kisah-kisah romantik.  Apa itu romantik? Romantik atau romantisme adalah kebiasaan tentara Roma. Setelah perang dan membunuh musuh, mereka menyesal dan mencintai istri musuhnya.  Tentara itu lalu  bernyanyi, menulis surat dan puisi untuk menghibur janda yang suaminya sudah dihabisi. Mencintai istri lawan dan musuh yang dikalahkan ini, rupanya memberikan energi dan perasaan mendalam. 
Ketiga, filos adalah cinta pada bangsa dan negara, lingkungan hidup dan beragam isinya. Kita juga diajar mencintai pohon, bunga, kupu-kupu, burung, harimau, bahkan orangutan. Cinta filos atau filia juga tidak terbatas pada alam seperti gunung, laut, bulan dan matahari, tapi juga pada manusia sendiri secara umum.  Kita dilatih memberi perhatian khusus pada anak-anak yatim piatu, penyandang cacat, para seniman, maupun hasil karya manusia.
Wujud dari filos atau filia ini tampak dalam cinta kita pada lukisan, lagu, buku, bangunan bersejarah, karya seni, taman-taman, dan dukungan kita terhadap macam-macam perjuangan.  Cinta jenis inilah yang tampak dikembangkan oleh berbagai perusahaan dalam bentuk CSR – Corporate Social Responsibility. Dan kalau berhasil mewujudkannya dengan baik, pencintanya disebut filantropis.
Terakhir: agape, adalah jenis cinta pertama yang telah diajarkan. Kita ingat masa kecil ketika dilatih mencintai Allah dan berbagai hal yang Illahi. Inilah cinta tertinggi yang tidak boleh diabaikan selama hayat dikandung badan. Dan untuk semua jenis cinta itu, kita perlu berlatih, supaya semua berjalan seimbang.***

Eka Budianta, pengelola Jababeka Multi Cultural Centre dan pengurus Tirto Utomo Foundation, anggota Dewan Pakar Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI).

0 komentar:

Posting Komentar