Kamis, 01 Desember 2011

Right or Wrong is My Country

Right or Wrong is My Country
Oleh : Jenderal Purnawirawan TNI Wiranto, mantan Panglima TNI
Seorang tokoh bernama Carl Schurz di abad 19 warga Amerika kelahiran Jerman, menjadi senator, seniman, penulis, juga seorang militer berpangkat Mayor Jenderal mempopulerkan sebuah slogan patriotik My Country, Right or Wrong. Menurutnya akan bias artinya jika tidak ada penjelasan, maka ditambahkan “if right, to be kept right; and if wrong, to be set right”, pada saat negara dalam jalur yang benar maka dipertahankan, namun saat dalam jalur yang salah harus dibetulkan.
Di Indonesia juga ada slogan yang mirip, namun lebih lugas, yaitu dipopulerkan oleh KGPAA Mangkunegoro 1 atau lebih dikenal dengan Pangeran Sambernyowo. Slogannya disebut dengan Tri Darma yaitu Rumangso melu handerbeni (merasa ikut memiliki), Wajib melu hangrungkebi (wajib ikut mempertahankan), Mulat Sario hangroso wani (mawas diri dan berani bertanggung jawab). Membela bukan berarti menjerumuskan negara ini masuk ke jurang kehancuran, tetapi dengan mengingatkan negara dan pemerintahannya, serta memberikan koreksi dari kesalahan supaya menjadi benar.
Right or Wrong is My Country adalah suatu semangat kebangsaan yang merupakan ajakan bagi satu bangsa untuk merasa memiliki dan mencintai negerinya. Ajakan untuk wajib membela negerinya apabila diserang, dan juga berani melakukan koreksi.
Dalam ajaran agama, disebutkan ada 3 rentang waktu : masa lalu, masa kini dan masa akan datang. Masa lalu adalah histori dan juga referensi, tempat kita belajar, masa kini tempat kita berjuang dan masa yang akan datang tempat kita menggantungkan harapan. Semangat kebangsaan sebelum dan pra kemerdekaan luar biasa kuat, kelahiran Boedi Oetomo 1908, Sumpah Pemuda 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan 1945.
Pada tahun 1928 para pemuda mampu mendongkrak batas-batas primodial, mampu menyelesaikan perbedaan etnik, agama, status sosial dan kualitas intelektual, bersatu bersama-sama menyatakan Sumpah Pemuda. Kemudian mampu membangun musuh bersama yakni penjajahan, dengan slogan merdeka atau mati dan memiliki pemimpin yang mampu menyemangati. Sebagai contoh Dr. Wahidin Sudoro Husodo mengatakan, kalau kita meludah bersama-sama maka penjajah akan mati tenggelam. Artinya kita ini negara besar sedangkan Belanda yang menjajah adalah negara kecil di Eropa, jika bersatu maka akan mampu mengusir penjajah. Pada tahun 1932 di pertemuan akbar pemuda, Bung Karno mengatakan, “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Pada jaman reformasi dan globalisasi saat ini apakah semangat kebangsaan masih ada. Saat ini semangat kebangsaan tidak utuh lagi, tidak seperti yang dimiliki oleh para pendahulu kita. Semangat kebangsaan tergerus oleh arus globalisasi, contoh di bidang ekonomi, sebelumnya kapital mempunyai misi-misi sosial dengan ekonomi kerakyatan, namun dengan liberalisasi ekonomi ini, kapital lebih berorientasi profit. Di bidang budaya, dengan adanya high technology maka seakan-akan negara tidak ada batas. Dalam hal ini apakah budaya kita mampu masuk ke negara lain atau sebaliknya, lebih banyak budaya asing yang terserap di Indonesia. Di bidang politik, negara kita mudah didikte oleh national corporation yang modalnya 3 kali lipat cadangan devisa kita.
Kita sepakat demokrasi, namun substansinya tidak dapat terimplementasi dalam kehidupan bermasyarakat, demokrasi hanya sekedar slogan dan prosedur-prosedur baku. Dalam era demokrasi saat ini, banyak yang saling fitnah, saling serang, kita tidak punya satu mimpi yang sama sebagai bangsa. Banyak dari kalangan intelektual yang skeptis, bagaimana menyelesaikan persoalan bangsa. Untuk itu harus ada gerakan baru yang mampu menempatkan kembali Indonesia sebagai pemenang dalam persaingan global. Harus ada kerja sama, kerja keras, kerja lugas dan kerja tuntas untuk menyelesaikan persoalan bangsa. Mari kita membangun kembali rasa kebangsaan, dengan mentransformasikan semangat kebangsaan yang dulu ada, kita miliki kembali saat ini untuk menghadapi tantangan-tantangan ke depan.
Untuk membangun kembali semangat kebangsaan, ada lima yang dilakukan. Pertama, kewajiban pemerintah untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia harus berjalan baik, jika ini dilakukan maka akan ada timbal balik, rakyatnya akan mencintai negara dan pemerintahnya. Kedua, menciptakan musuh bersama, yaitu penjajahan gaya baru di bidang ekonomi, budaya & akhlak, seperti kesewenang-wenangan, kemiskinan dan kebodohan. Karena miskin maka banyak yang tidak bisa berbuat sesuatu untuk negerinya. Kesewenang-wenangan menyebabkan tidak adanya keadilan, yang ada adalah dendam. Kebodohan membuat negeri ini tertinggal, sehingga bangsa ini sebagai konsumen bukan produsen. Ketiga, mempunyai mimpi bersama yang dapat membangun semangat bersama. Keempat, membangun kebanggaan bangsa, di bidang olah raga, akademisi dan lain-lain, karena dengan kebanggaan maka rakyat lebih percaya diri. Kita sudah punya keunggulan komparatif, yaitu negeri yang besar, kaya, penduduk banyak, namun ini belum menentukan kalah dan menang, dibutuhkan keunggulan kompetitif. Kelima, memiliki pemimpin yang demokratis, mampu memprakarsai, memotivasi, memobilisasi dan memimpin bangsanya untuk melakukan perubahan-perubahan.

0 komentar:

Posting Komentar